Saturday, March 3, 2012

Kepemimpinan dan Kemandirian Nasional

Membaca koral lokal hari Jumat, 2 Maret 2010 tentang mobil esemka yang tidak lulus uji emisi BPPT serta pro dan kontra yang menyertainya seolah menghentak kesadaran saya sebagai anak bangsa. Terlepas dari setuju atau tidak setuju adanya mobil esemka, saya melihat adanya momentum kebangkitan nasional dengan munculnya mobil buatan siswa-siswa SMK ini. Momentum tersebut adalah sebuah inisiasi untuk menunjukkan keberadaan kita sebagai bangsa yang mampu menghasilkan sebuah produk, bukan hanya bangsa yang rakus menyantap produk-produk luar negeri saja. Gegap-gempita sambutan kemunculan SMK yang ditandai dengan heboh ­pre order yang mencapai ratusan unit dalam waktu singkat menunjukkan adanya pengakuan dan apresiasi dari warga masyarakat. Lantas di mana pemerintah di tengah euforia mobil esemka ini? Kita tidak melihat keberpihakan pemerintah dalam kasus ini, apakah akan mendukung atau justru akan memberangus nantinya atas nama kepentingan modal yang lebih besar.

Sejak berita heboh mobil Kiat Esemka di berbagai media, publik tidak melihat pemerintah (dalam hal ini presiden) memberikan respons. Nampaknya kehebohan ini biarlah menjadi kehebohan rakyat jelata saja. Mungkin saja pemerintah sudah sibuk dengan urusannya, termasuk partainya masing-masing. Jika demikian apakah pemerintah sudah berlaku secara patut menjalankan tugasnya? Mari kita lihat sejenak konstitusi kita UUD 1945. Tengoklah dan cermati alinea ke-4nya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, …

You see … Konstitusi mengamanatkan bahwa pemerintah harus melakukan tindakan yang memiliki tujuan dengan dimensi sangat besar sebagaimana telah disebutkan oleh konstitusi di atas. Jika kita cermati ternyata pemerintah kita tidak melakukan sesuatu, what should we conclude then? Apa yang bisa kita simpulkan atau kita nilai atas sikap pemerintah tersebut?

Saya membuka interpretasi dan apresiasi dari Anda sekalian para pembaca, namun sejauh yang saya yakini, dengan tidak melakukan apa-apa maka pemerintah kita tidak cukup serius melaksanakan amanat konstitusi. Mobil esemka jika dibandingkan dengan mobil konvensional buatan pabrik tentunya jauh berbeda. Namun perlu diingat bahwa mobil ini adalah karya anak bangsa yang perlu didukung dan didorong untuk menjadi bukti eksistensi penguasaan teknologi. Bukan mustahil hal ini menjadi starting point industri otomotif nasional yang merupakan karya asli anak bangsa. Sudah barang tentu hal ini akan memberikan multipier effect yang sangat besar di bidang teknologi, ekonomi, kebanggaan sebagai bangsa serta sosial.

Jika industri otomotif nasional berkembang maka teknologi pada sektor lain akan turut terpacu sehingga teknologi nasional akan semakin kompetitif. Dampak lain pada bidang ekonomi akan mengundang arus perputaran uang yang besar untuk modal dan penyerapan tenaga kerja. Pembukaan lapangan kerja secara tidak langsung akan menggerakkan ekonomi lokal, regional bahkan mungkin dalam skala nasional. Di luar itu, produksi mobil nasional yang mampu bersaing dengan produk luar akan memompa semangat nasionalisme dan membuktikan bahwa kita bukan bangsa konsumtif serta pecundang. Kita mampu dengan kepala tegak menunjukkan karya asli kita yang dapat menjadi kebanggaan nasional. Oleh karena itu, dari hal yang sederhana tersebut akan memberikan beragam keuntungan bagi bangsa pada masa mendatang.

Namun, kembali kepada pemerintah apakah pikiran semacam itu ada? Apakah kepemimpinan nasional sekarang ini menyadari bahwa setiap upaya dan produk yang dihasilkan anak bangsa akan memiliki dampak yang besar pada kemudian hari?

Kepemimpinan adalah proses manajemen yang berpadu dengan seni interpersonal untuk mencapai sebuah tujuan. Sudah barang tentu kepemimpinan ditandai dengan kerelaan untuk berpikir dan bertindak yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas. Kebalikannya, tidak adanya tindakan justru akan mendorong kepada delegitimasi dan kegagalan proses kepemimpinan itu sendiri. Jika pemimpin tidak mau bertindak maka perlu dipertanyakan obsesi besarnya untuk membawa bangsa ini kepada tujuan-tujuan besar sebagaimana yang telah digembar-gemborkan saat kampanye dulu. Bangsa membutuhkan kepemimpinan yang dapat mendorong kinerja dan kreatifitas untuk mencapai hasil yang nyata dan konkret. Hal-hal seperti ini yang dalam jangka panjang akan mendorong terciptanya kemandirian nasional karena kepemilikan keunggulan, baik dalam bidang teknologi, ekonomi, sumber daya maupun nation pride.